Menepis Kesombongan
Oleh: Ibnu Syafaat
“Keagungan adalah sarung Ku, kesombongan adalah pakaian-Ku. Maka siapa yang merebutnya dari-Ku niscaya Aku akan mengadzabnya.” (HR Muslim)
Kesombongan mengundang adzab Allah SWT. Itulah makna yang tersirat dalam Hadits Qudsi di atas. Pembuktian bahwa kesombongan mengundang adzab Allh SWT terkuak dalam kisah-kisah yang tercatat di dalam kitab Al-Quran.
Sebut saja kisah raja fir’aun. Raja sombong yang mengaku sebagai tuhan ini dibinasakan oleh Allah SWT di bumi milik-Nya dengan cara digulung ombak setinggi gunung saat mengejar pengikut nabi Musa AS.
Kesombongan merupakan virus yang mematikan hati. Seseorang yang terjangkit virus ini, walau hanya setitik, dijamin masuk neraka. “Tidak akan masuk surge orang yang didalam hatinya terdapat sifat sombong meski hanya sebesar biji sawi.” HR Abu Dawud).
Virus sombong juga dapat merusak tatanan kehidupan social. Sebab, salah satu karakter sombong adalah menganggap dirinya lebih baik dan mulia daripada orang lain.
Selalu memandang rendah orang disekelilingnya, meremehkan, dan menjauhi yang dipandang rendah. Bila ada yang menasehati, seketika dianggap angin lalu. Karakter yang biasa menjelma menjadi perilaku inilah yang berpotensi melahirkan permusuhan.
Dalam konteks kekinian, dapat disaksikan betapa banyak masyarakat yang dijangkiti rasa sombong. Banyak yang berbangga-bangga dengan kelompok dan golongannya. Semestinya lita malu denga Rasulullah SAW, manusia agung yang patut kita ikuti. Meski Rasulullah SAW memiliki posisi tinggi disisi Allah SWT dan manusia, beliau tidak lantas mengagungkan diri kepada kaumnya.
Kehidupan Raasulullah SAW diwarnai tawadhu atau rendah hati, kebalikan dari sombong. Tawadhu berasal dari kata adl-adla’ah yang berarti kerelaan terhadap kedudukan yang lebih rendah, rendah hati terhadap orang lain, danmau menerima kebenaran apapun bentuknya dan dari manapun asalnya.
Lalu bagaimana cara kitadapat mengahadirkan sifat tawadhu’? Ada empat cara yang biasa dilakukan Rasulullah SWA. Pertama, mengenal diri. Bila melihat asal-usul, kita berasal dari sperma.
Kedua, bergaul dengan orang miskin. Selain dapat menimbulkan rasa empatikepada fakir miskin, kita akan pandai bersyukur kepada Allah SWT atas anugerah-Nya.
Ketiga, sesekali berpakaian yang lusuh. Cara ini melatih kita merasakan memakai pakaian yang tak bisa kita banggakan. Keempat, mengerjakan pekerjaan sendiri. Bila kita dapat mengerjakannya sendiri, coba tidak meminta bantuan orang lain.
(Sumber, Republika Selasa, 24 Maret 2009)
-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan tulis komentar anda.